Ketua Himpunan Mahasiswa Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Almuslim (HIMABIS FISIP UMUSLIM).Sabtu (16/04). |
elinesia.com|Bireuen,- Prosa perihal mahasiswa, seakan tidak pernah bosan masuk dalam pembahasan dan perdebatan banyak kalangan. Mahasiswa disimbolkan sebagai pemegang tongkat estafet perubahan bagi bangsa dan negara. Tonggak masa depan negara-bangsa berada di tangan mahasiswa kiranya, hal itu terpampang pada cap dan embel-embel yang sudah mendarah daging dipercaya sampai sekarang.
Tren yang saat ini sedang berjalan seakan normal dan terus membabi buta. Para mahasiswa kini sudah memasuki dunia perbudakan politik praktis dan menjadi agen partai di kampusnya ditempat ia menimba pengetahuan. Narasi tentang mahasiswa baru ini, bisa kita pahami dengan melihat realita perang hegemoni yang berlangsung bersifat individual dalam memperjuangkan kepentingan pribadi dengan memanfaatkan masa yang menjadi tumbal perbudakannya.
Dualisme kepengurusan juga terjadi pada organisasi-organisasi mahasiswa yang seharusnya menjadi wadah menyuarakan aspirasi para mahasiswa dan jembatan kebutuhan agar tersampaikan, dan terealisasikan semua pendapat, terus berkembang dan dimanfaatkan oleh segelintir pemangku jabatan dan oligarki, mereka terlena karena diberikan fasilitas dan kemewahan. Hal ini sangat mencoreng almamater karena mereka yang merdeka dan katanya independen, mau di jadikan sebagai pion-pion terdepan perbudakan gaya baru ini.
Mahasiswa yang mestinya dekat pada ranah intelektualitas, perkembangan paradigma berfikir, maupun mendiskusikan problematika mutakhir yang akan dihadapinya kelak di masa yang akan datang, justru menjadi pelacur institusi pendidikan. Hal ini terjadi karena kurangnya eksplorasi pengenalan mahasiswa terhadap dunia pendidikan dan budaya perbudakan politik yang terus berkembang mengacu pada persoalan pokok yaitu kurangnya literasi dan kepekaan akan budaya perpolitikan baru ini. Plesetan dan sindiran kian berevolusi sampai masyarakat awam pun mengatakan yang saat ini berada di kampus bukan mahasiswa melainkan mahasewa, hal ini terjadi karena banyaknya kasus mahasiswa yang menerima suap uang dan memilih untuk bungkam disaat ada isu atau kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap rakyat kalangan bawah melainkan untuk kepentingan oligarki.
Pelbagai persoalan menggelayuti mahasiswa dewasa ini. Jamak kita temui bersama, kritik atas peranan mahasiswa yang tampaknya benar-benar alfa pada persoalan mutakhir. Kritik yang menerpa mahasiswa bukan barang baru, hal ini sudah mendapat sorotan semenjak masa orde baru mulai mendirikan kekuasaannya.
Mahasiswa dalam meningkatkan kapasitas dirinya secara personal dan pengabdiannya secara komunal, perlu mendapatkan ruang-ruang diskusi yang terjamin kemandiriannya. Simbol perlawanan sebagi bentuk kritikan dalam usaha untuk pembangunan dan perubahan merupakan sebuah hal yang mutlak bagi seorang elit masyarakat yang disebut sebagai mahasiswa. Mari kritis untuk menjadi cerdas, mari cerdas untuk menjadi manusia, mari menjadi manusia untuk memanusiakan yang lainnya. Jangan sampai kita hanya menjadi budak yang disekolahkan tanpa pernah dimerdekakan.
Penulis : Sayed Chairul Raziq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar