Mesjid Raya Baiturrahman |
elitnesia.com| Nanggroe Aceh Darussalam,- Sebagai daerah yang dijuluki Serambi Mekkah, di Nanggroe Aceh
Darussalam cukup banyak dijumpai mesjid kuno sebagai salah satu
warisan budaya Islam yang sangat penting.
Mesjid kuno di Aceh memiliki
ciri khas tersendiri baik ditinjau dari segi perletakan, struktur bangunan,
arsitektur, ragam hias, fungsi dan lain-lainnya. Bangunannya didirikan di
atas perletakan tanah yang menghadap kiblat,
dengan bahan bangunan
yang terdiri dari material-material yang ada di sekitar seperti batu gunung,
tanah liat, kayu dan daun rumbia. Atap berbentuk tumpang dan pelana,
Apabila dikaitkan dengan pertumbuhan dan perkembangan mesjid
di Indonesia, maka hal ini terjadi seirama dengan proses penyiaran Islam
itu sendiri. Oleh karena itu pembangunan mesjid mengikuti pola
perkembangannya sesuai dengan kebutuhan pada waktu itu. Dari daerah
asalnya Aceh, Islam kemudian berkembang ke daerah-daerah lainnya.
Tentu saja mesjid di daerah ini merupakan mesjid-mesjid yang tertua di
Indonesia. Kemudian pembangunannya dilakukan dan berkembang ke
kawasan Sumatra lainnya, ke Pulau Jawa, Sulawesi, Kalimantan dan
daerah-daerah lainnya.
Dalam perkembangan berikutnya model ”Mesjid Aceh” yang sudah
dikenal di Nusantara banyak dijadikan sebagian model pembangunan mesjid
lainnya di Indonesia. Pembangunan mesjid ”Muslim Pancasila” misalnya
adalah mengambil contoh mesjid Aceh yang selama ini diakui sebagai
mesjid ”Para Wali” di Jawa.
Dapat dipahami bahwa diantara para wali di
Jawa ada yang berasal dari Aceh atau memiliki garis keturunan dengan
”Para Wali” dari Nanggroe Aceh Darussalam.
Di Kota Banda Aceh terdapat empat buah mesjid kuno yang
memiliki nilai historis yang tinggi. Keempat mesjid tersebut adalah Mesjid
Raya Baiturrahman, Mesjid Teungku Di Anjong, Mesjid Teungku Di Bitai
dan Mesjid Ulee Lheu. Diantara mesjid tersebut yang cukup terkenal,
adalah Mesjid Raya Baiturrahman yang terletak di tengah-tengah Kota Banda Aceh.
Sebagai peninggalan sejarah mesjid tersebut tercatat dalam
inventaris Nasional. Berikut akan dijelaskan riwayat singkat dari dua buah
mesjid tersebut yang perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak, yaitu
Mesjid Teungku Di Anjong dan Mesjid Ulee Lheu.
Mesjid Teungku Di Anjong |
Mesjid Teungku Di Anjong terletak di desa/kelurahan Pelanggahan
Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh. Mesjid ini didirikan pada abad
18 Masehi oleh seorang ulama yang berasal dari Arab Saudi (Hadramaut)
Yang bernama Syekh Abubakar Bin Husin Bafaqih.
Mesjid ini didirikan
dengan konstruksi semi permanen bergaya Timur Tengah, dengan atap
tumpang yang sudah dimodifikasi sebagai ciri khas Mesjid Aceh, Bahan
dasar bangunan mesjid Teungku Di Anjong terdiri dari kayu, seng, semen,
batu, papan dan mar-mar. Status tanah bangunan mesjid ini adalah tanah
wakaf dengan luas situs 4 Ha.
Dalam sejarah tercatat bahwa mesjid ini didirikan ketika kerajaan
Aceh diperintah oleh Sultan Alaiddin Mahmud Syah(1287-1290 H/1870-
1874 M).Beliau merupakan seorang raja yang arif,alim terutama dalam
hukum Islam dan menaruh minat yang besar terhadap perkembangan
agama Islam termasuk mendirikan mesjid.
Nama mesjid Teungku di Anjong adalah sebuah julukan yang
diberikan masyarakat Pelanggahan dimana tempat mesjid itu berdiri untuk
mengenang dan menghormati sang ulama tokoh pendiri mesjid tersebut.
Penobatan nama Teungku di Anjong adalah gelar yang dianugerahkan
dengan ungkapan Tengku yang ”dianjong” yang berarti disanjung atau di muliakan.
Syekh Abubakar Husin Bafaqih atau yang dikenal dengan ”Teungku di Anjong” sebelum mendirikan mesjid terlebih dahulu
memanfaatkan rumahnya yang sangat sederhana sebagai tempat
pengajian dan asrama bagi murid–muridnya yang memperdalam agama
Islam dan bermalam di sana.
Oleh karena perkembangannya semakin
hari semakin pesat, rumahnya tidak mampu lagi menampung murid–muridnya, akhirnya beliau mendirikan mesjid yang bukan hanya
difungsikan sebagai tempat ibadah, tetapi juga dimanfaatkan untuk
bermusyawarah, kepentingan pengajian, dan lain–lainnya. Kemudian
mesjid tersebut dikenal dengan mesjid Teungku di Anjong sesuai dengan
julukan yang diberikan masyarakat kepada ulama Syekh Abubakar bin
Husin Bafaqih sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
Mesjid Teungku di Anjong selain berfungsi sebagai sarana tempat
shalat dan kegiatan - kegiatan ibadah lainnya, pada masa
mempertahankan kemerdekaan Indonesia mesjid ini pernah dijadikan
markas perjuangan kemerdekaan oleh laskar perjuangan Aceh dalam
rangka mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari rongrongan
penjajah Belanda (Zein,1999:21). Jadi mesjid Teungku di Anjong tercatat
sebagai salah satu mesjid bersejarah di Kota Banda Aceh.
Mesjid Ulee Lheu |
_Mesjid Ulee Lheu terletak di desa Ulee Lheu kecamatan Meuraksa
Kota Banda Aceh. Menurut catatan inventaris benda cagar budaya tidak
bergerak di Nanggroe Aceh Darussalam yang dikeluarkan oleh kantor
suaka peninggalan sejarah dan purbakala Aceh dan Sumatera Utara
tahun 2001 luas situs mesjid Ulee Lheu 172 M2
, kepemilikan negara yang
didirikan di atas tanah berstatus waqaf.
Mesjid Uee Lheu yang merupakan bangunan abad 19 M sudah mengalami perbaikan pada tahun 1989 atas biaya swadaya
masyarakat,akibat perbaikan ini, mesjid tersebut tidak insitu lagi.
Mengunjungi mesjid ini dapat ditempuh melalui jalan Sultan Iskandar
Muda kira-kira 5 km arah barat Kota Banda Aceh.
Melihat gaya mesjid ini dari arah timur laut mirip gaya gotik (Eropa),
terutama pada lengkungan pilar pintu masuk dan sayap. Mesjid ini tidak
memiliki kubah dan tidak ada menara, atapnya terdiri dari seng. Pada
bagian puncak serambi mesjid ini terdapat ukiran Al-Qur’an yang mirip
dengan bentuk kubah. Mesjid ini sudah banyak mengalami perubahan,
terutama pada dasar mesjid seperti lantai sudah menggunakan cor beton
dan balok sebagai tiang penyangga.
Beberapa hiasan dijumpai pada mesjid ini seperti pada tangga
mesjid dan dinding terdapat pola hias kaligrafi bahasa arab, ada belah
ketupat dan sulur-sulur daun, setangkai bunga teratai. Jendela mesjid ini
dibuat dari kayu jati dengan model gaya Eropa. Nampaknya mesjid ini
masih terawat dengan rapi, tetap berfungsi dengan baik. Letaknya yang
strategis di persimpangan jalan Ulee Lheu selalu banyak dikunjungi dan
dipandang orang. Mesjid ini merupakan salah satu harapan dan
kebanggaan masyarakat khususnya warga Ulee Lheu, namun sayang
musibah gempa dan tsunami 26 Desember 2004 telah menghancurkan
sebagian mesjid ini.
Editor (ipul)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar