Foto ; Amsal ketua Umum PW PII Aceh |
elitnesia.id| Banda Aceh,- Sebagai organisasi pelajar tertua di indonesia yang mempunyai tujuan kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan, PII Aceh melihat realitas pendidikan di Aceh yang kian menurun kualitasnya.
Pendidikan adalah ujung tombak pembangunan sumber daya manusia dan pembangunan daerah di segala sektor. Sehingga penting memberikan ruang prioritas untuk memajukan pendidikan di suatu daerah yang dalam konteks ini Aceh sebagai daerah syariat Islam.
Amsal ketua Umum PW PII Aceh mengatakan
Pendidikan Adalah investasi masa depan , bukan seperti nya infrasuktur yang rusak dan dapat di bangun kembali , pendidikan adalah proses yang panjang dan butuh keseriusan dan keahlian didalam nya .
Ada 4 poin yang menjadi permasalahan pendidikan di Aceh menurut pandangan PW PII Aceh
1. Menurunnya daya saing pendidikan Aceh dengan daerah lain. Hal ini dapat dilihat dari rilis LTMPT mengenai ranking sekolah di Indonesia berdasarkan kelulusan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) tahun 2022. Tidak ada sekolah di Aceh yang masuk ke jajaran 100 sekolah terbaik. Hanya 4 sekolah yang menempati top 1000 yaitu SMA Negeri Modal Bangsa pada posisi 157, diikuti oleh SMAN Fajar Harapan pada posisi 434, MAN Insan Cendekia Aceh Timur posisi 378 dan terakhir SMA Lab School Universitas Syiah Kuala (USK) posisi 933. Artinya dari 1045 sekolah SMA sederajat (SMA/SMK/MA) di Aceh hanya 4 yang punya kualitas saing nasional dan itupun hanya 1000 besar.
2. Sarana dan prasarana yang tidak memadai. Sangat banyak sekolah sekolah yang ada di pelosok Aceh sarana dan prasarana sangat tidak layak. Tidak ada keseriusan dalam menyetarakan kualitas pendidikan di daerah perkotaan dan daerah pelosok. Padahal kebutuhan pendidikan adalah hak bagi seluruh manusia tanpa perbedaan. Daerah seperti pulo Aceh, Aceh singkil, Simeulu, Gayo Lues dan daerah lainnya memiliki fisik pendidikan yang sangat memprihatinkan. Padahal layak tidaknya sarana pendidikan kemudian mempengaruhi daya belajar dari siswa.
3. Distribusi tenaga didik yang kurang. Hingga hari ini daerah tertinggal seperti Pulo Aceh dan pedalaman di daerah pantai barat selatan Aceh kekurangan tenaga pendidik karena jauhnya akses ke daerah tersebut. Hingga hari ini tidak ada tindakan atau solusi konkrit bagaimana seharusnya agar distribusi tenaga didik ini merata sehingga seluruh anak anak yang ada di Aceh merasakan bagaimana pendidikan yang sebenarnya.
4. Birokrasi pendidikan yang sangat bobrok. Alokasi dana pendidikan di Aceh adalah 20 persen dari jumlah anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA). Tahun 2022 anggaran dana pendidikan adalah senilai Rp 3,8 Triliun. Namun dana itu tidak didistribusikan kepada hal hal yang krusial seperti peningkatan mutu kualitas pendidikan di Aceh. Malah dana tersebut dialokasikan kepada hal hal yang mubazir seperti pengadaan wastafel senilai Rp 41,2 Miliar. Apalagi kemudian dana tersebut diduga dikorupsi berdasarkan hasil sitaan uang sejumlah Rp 200 juta oleh Polda Aceh. Permasalahan yang mendasar dari birokrasi yang bobrok ini adalah pucuk pimpinan Dinas Pendidikan Aceh yaitu saudara Alhudri yang bukan dari kalangan pendidikan. Seharusnya yang memegang posisi penting dan terfokus seperti dinas pendidikan adalah orang yang memang ahli atau berpengalaman dibidang itu.
Maka berdasarkan hasil dari pandangan tersebut, PW PII Aceh menyimpulkan ada ketidakseriusan Dinas Pendidikan Aceh dalam meningkatkan mutu pendidikan di Aceh. Maka dari itu perlu adanya penyegaran di dinas tersebut.
PW PII Aceh mendesak Pj Gubernur Aceh segera mencopot Kadis pendidikan Aceh saudara Alhudri karena dibawah kepemimpinan Alhudri tidak ada pencapaian yang membanggakan bagi pendidikan Aceh.
Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.” (HR Bukhari). Tutup Amsal.(Rilis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar