elitnesia.id|Bireuen - Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bireuen Munawal Hadi,SH.,MH didampingi Kasi Pidum Dedi Maryadi,SH.,MH serta Jaksa Fasilitator kembali mengupayakan penghentian penuntutan perkara berdasarkan keadilan restorative (Restorative Justice).
Upaya penghentian penuntutan perkara pelantaran atas nama tersangka M dengan korban FM di ruang Rapat Kepala Kejaksaan Negeri Bireuen pada Jum'at (12/5/2023).
Kajari Bireuen Munawal Hadi,SH.,MH mengungkapkan bahwa semenjak tersangka M meninggalkan korban FM tanggal 24 Juni 2022 sampai dengan Mei Tahun 2023, tersangka M tidak lagi memberikan kehidupan, perawatan dan pemeliharaan terhadap korban sebagai istri sahnya.
"Semenjak tersangka M tidak pulang kerumah orang tua korban FM dan tidak memberikan nafkah baik lahir maupun batin kepada korban FM, uang dan kebutuhan hidup korban FM diberikan orang tua korban FM yaitu saksi N. Tersangka M adalah suami sah dari korban FM sesuai dengan Kutipan Akta Nikah korban FM dengan M yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Peudada dengan Nomor : 0062/014/V/2022 tanggal 17 Mei 2022,"jelas Munawal Hadi dalam keterangannya.
Akibat perbuatannya, M disangka telah melanggar Pasal 49 Huruf (a) UU RI No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
"Tersangka telah menyadari apa yang telah dilakukannya adalah suatu perbuatan yang melanggar Hukum, tersangka telah meminta maaf kepada korban dan menyesali perbuatannya,"tuturnya.
Dikatakan Kajari, Korban/Orangtua/Wali/Pedamping Korban sepakat untuk melakukan perdamaian dengan tersangka dan Tokoh Masyarakat berharap kejadian tersebut tidak terulang kembali.
Setelah dilakukan proses perdamaian, para pihak sepakat perdamaian dilakukan dengan syarat menyerahkan uang sejumlah Rp. 24.000.000,- (Dua Puluh Empat Juta Rupiah) dari tersangka untuk biaya Pengganti Nafkah Selama 11 Bulan Korban Tidak Diberi Nafkah; dan Menggunakan uang sebesar Rp. 24.000.000,- (Dua Puluh Empat Juta Rupiah) tersebut sesuai dengan kebutuhan dan peruntukannya.
Bahwa Penuntut Umum Selaku Fasilitator membuka proses perdamaian setelah menjelaskan maksud dan tujuan serta Tahapan Pelaksanaan Proses Perdamaian (Sesuai dengan Pedoman Jaksa Agung Nomor 24 Tahun 2021) dan selanjutnya kedua belah pihak bersedia untuk berdamai dengan menandatangani kesepakatan perdamaian. (Rel)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar