Buku "Teater, Memungut Gagasan Tradisional Jadi Karya Modernitas" karya sastrawan dan sutradara teater Dr. Sulaiman Juned, S.Sn., M.Sn., akan dibedah di Ruang Baca Rimba Bulan Padang Panjang, Sabtu (9/12/2023), mendatang.
Acara itu ditaja Ruang Baca Rimba Bulan Padang Panjang bekerja sama dengan Sekolah Menulis elipsis, dan Komunitas Seni Kuflet Padang Panjang.
Buku tersebut akan dibedah dua doktor seni dari ISI Padang Panjang, yaitu Dr. Sahrul N. S.S., M.Si. (Kritikus Teater, Dosen Pascasarjana ISI Padang Panjang) dan Dr. Dharminta Soeryana, M.Sn. (Sutradara Teater, Dosen Jurusan Seni Teater ISI Padang Panjang). Diskusi dipandu moderator Muhammad Subhan (Penulis, Pegiat Literasi, Founder Sekolah Menulis elipsis).
Teater TRadisi
Penulis buku "Teater, Memungut Gagasan Tradisional Jadi Karya Modernitas", Sulaiman Juned, mengatakan, teater sebagai sebuah kesenian yang kompleks mengeksplorasi intensitas seniman dalam bentuk emosi dan bahasa panggung.
“Emosi dalam bahasa panggung teater menjadi ruang yang digarap oleh sutradara secara struktur dan tekstur lakon menjadi realitas teater dalam wujud tontonan,” ujarnya kepada majalahelipsis.com, Rabu (6/12/2023), di Padang Panjang.
Atas dasar itu, jelas Sulaiman Juned, sutradara dan aktor yang bekerja sebagai tim artistik mampu mengubah naskah lakon tidak hanya permainan kata-kata (dialog), tetapi juga dapat mewujudkan permainan teater yang menarik melalui bentuk pendengaran (audio), penglihatan (visual) dan gerak (kinesik).
Salah satu teater tradisi yang dikupas Sulaiman Juned dalam bukunya itu adalah teater di Aceh. Aceh memiliki teater yang perkembangannya cukup signifikan, mulai dari teater tradisional, modern, hingga kontemporer.
“Namun, perkembangan tersebut tetap berpijak pada budaya Aceh dalam proses kreatif berteaternya,” katanya.
Dia memberi contoh teater tutur Dangderia, Poh Tem atau Peugah Haba yang dipopulerkan Teungku Adnan dengan sebutan PM TOH dimainkan satu orang. Teungku Adnan PM TOH dalam pertunjukannya lebih kaya dengan ekspresi, karakter tokoh, dan karakter bahasa dialog yang berubah-ubah.
Menurut Sulaiman Juned, pemberian nama PM TOH terhadap seni tutur ini, Teungku Adnan PM TOH menjelaskan, bahwa PMTOH adalah salah satu nama bus yang berada di Aceh. Mengapa kesenian ini dikenal dengan sebutan PM TOH karena Teungku Adnan sering menaiki bus tersebut untuk bepergian keliling Aceh sebagai penjual obat keliling. Ditambah lagi ada salah seorang supir trayek Aceh Selatan—Banda Aceh adalah keponakan Teungku Adnan sehingga beliau cenderung lebih suka menumpangi bus PM TOH. Teungku Adnan sangat senang dengan klakson bus tersebut, maka dalam setiap mengawali pertunjukan teaternya selalu memulai dengan suara klakson yang mirip suara klakson bus PM TOH. Teater ini akhirnya diberi nama oleh masyarakat PMTOH juga sering disebut Dangderia, Poh Tem, atau Peugah Haba yang berarti ‘berbicara’ atau ‘orang yang pekerjaannya bercerita’ naskah lakon yang dimainkan berbentuk hikayat (karya sastra Aceh berbentuk puisi)”,” papar Sulaiman Juned yang juga pendiri Komunitas Seni Kuflet Padang Panjang.
Buku ini sebagian besar mengulas kiprah Teungku Adnan PM TOH sebagai tokoh teater Aceh yang besar di zamannya selain melihat perkembangan teater di Sumatera Barat dan Indonesia umumnya.
“Semoga buku ini memberikan pencerahan kepada peminat-peminat teater di mana pun berada,” tambah Sulaiman Juned. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar