Elitnesia.id|Opini,- Disaat menyaksikan lomba Pacuan kuda PON Aceh Sumut XXI di dataran tinggi aceh tengah sambil menikmati jagung bakar. Dikala menunggu lomba lanjutan, Memori saya teringat dengan suasana ketika Zainuddin berjumpa dengan Hayati di tempat Pacuan Kuda di Film Tenggelamnya Kapal Vanderwijk yang ceritanya diambil dalam satu Novel Buya Hamka yang berjudul "Teroesir ". Buya Hamka merupakan salah satu Tokoh Muhammadiyah yang bernama Abdul Malik Karim Amrullah. Beliau terkenal sebagai Ulama, Penulis, Sastrawan dan juga Wartawan. Beliau merupakan salah satu ulama yang memiliki Prinsip yang kuat.
Kembali kepada Kisah Zainuddin dan Hayati yang terkesan hampir dialami oleh Pemuda Pemudi pada umumnya. Di lokasi Pacuan kuda tersebut Zainuddin melihat Perubahan yang drastis dari Hayati tetutama dari segi Pakaian. Dulu Hayati menjadi Gadis kampung yang cantik dan Anggun dengan Kerudung dan Gamisnya. Kini Ia berubah dengan penampilan terbuka layaknya orang kaya dikota bersama keluarga calon tunangannya.
Akhir cerita, Hayati menerima Pinangan dari Uda Aziz yang diperankan Oleh Reza Rahardian. Dalam hati kecil, Hayati masih mencintai Zainuddin dan masih teguh memegang janjinya ketika berjumpa di perempatan jalan saat Zainuddin Pergi. Karena Desakan Keluarga besar Akhirnya Hayati menyetujui pertunangan tersebut.
Dilemanya Zainuddin disaat Hijrah ke Padang. Karena berlatar belakang Keluarga campuran dan miskin. Di Padang dianggap Orang Makassar dan di Makassar dianggap Orang Padang.
Disaat itulah Pergejolakan batin Zainuddin mulai. Ketika mengetahui Hayati menikah dengan Uda Aziz di terkapar sakit Selama Dua Bulan di Kamar tidur dan hatinya hancur berkeping keping. Hayati dan Suaminya menjenguk Zainuddin, Kemudian Zainuddin bangkit dari Kegalauan dengan menjadi Penulis terkenal.
Singkat Cerita, Suami hayati bunuh diri dan Hayati meminta kembali kepada Zainuddin. Kemudian Zainuddin Menjawab dengan tegasnya. Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku. Kau patahkan. Kau minta maaf. Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman, kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini seka Hayati
Demikianlah perempuan, ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walau pun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya.
Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh Ninik Mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina, tidak tulen Minangkabau, ketika itu kau antarkan saya di simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanganku berapapun lamanya, tapi kemudian kau berpaling ke yang lebih gagah kaya raya, berbangsa, beradat , berlembaga, berketurunan, kau kawin dengan dia.
Kau sendiri yang bilang padaku bahwa pernikahan itu bukan terpaksa oleh paksaan orang lain tetapi pilihan hati kau sendiri. Hampir saya mati menanggung cinta Hayati. Dua bulan lamanya saya tergeletak di tempat tidur, kau jenguk saya dalam sakitku, menunjukkan bahwa tangan kau telah berinang, bahwa kau telah jadi kepunyaan orang lain. Hampir saya mati menanggung Cinta Hayati.
Kau pilih kehidupan yang lebih senang, mentereng, cukup uang, berenang di dalam emas, bersayap uang kertas. Siapakah di antara kita yang kejam Hayati? Siapa yang telah menghalangi seorang anak muda yang bercita-cita tinggi menambah pengetahuan tetapi akhirnya terbuang jauh ke Tanah Jawa ini, hilang kampung dan halamannya sehingga dia menjadi anak yang tertawa di muka ini tetapi menangis di belakang layar. Tidak Hayati, saya tidak kejam. Saya hanya menuruti katamu.
Bukankah kau yang meminta dalam suratmu supaya cinta kita itu dihilangkan dan dilupakan saja, diganti dengan persahabatan yang kekal. Permintaan itulah yang saya pegang teguh sekarang. Kau bukan kecintaanku, bukan tunanganku, bukan istriku. Tetapi janda dari orang lain. Maka itu secara seorang sahabat, bahkan secara seorang saudara saya akan kembali teguh memegang janjiku dalam persahabatan itu sebagaimana teguhku dahulu memegang cintaku. Itulah sebabnya dengan segenap ridho hati ini kau ku bawa tinggal di rumahku untuk menunggu suamimu, tetapi kemudian bukan dirinya yang kembali pulang, tapi surat cerai dan kabar yang mengerikan.
Maka itu sebagai seorang sahabat pula kau akan ku lepas pulang ke kampungmu, ke tanah asalmu, tanah Minangkabau yang kaya raya, yang beradat, berlembaga, yang tak lapuk dihujan, tak lekang dipanas. Ongkos pulangmu akan saya beri. Demikian pula uang yang kau perlukan. Dan kalau saya masih hidup, sebelum kau mendapat suami lagi Insya Allah kehidupanmu selama di kampung akan saya bantu.
Demikianlah sepenggal kisah cinta Zainuddin dan Hayati yang mengispirasi banyak orang. Terkadang apa yang kita inginkan belum tentu mampu kita capai. Saya teringat dengan Novel karya Ridwan Kamil yang berjudul Mengubah Dunia Bareng Bareng. Di Halaman ke 10 dalam Sabda Perubahan beliau menceritakan, Terkadang apa inginkan ada didalam hal yang tidak kita sukai. Oleh karena itu saya mengimbau kepada Wanita yang saat ini memiliki kekasih yang berbakat namun tidak mapan. Bantulah ia untuk mewujudkan impiannya.
Buat Lelaki yang sedang berjuang niatkan perjuangan untuk orang yang kamu cintai dan sayangi. Tak perlu dendam untuk wanita yang pernah menolakmu. Karena Skenario Allah lebih indah dan menakjubkan.
Kedatangan saya ke Aceh Tengah kali ini bukan untuk melihat ataupun mencari Hayati. Karena Hayati ada dirumah sedang menanti Zainuddin yang terus berkelana tanpa Arah.
Machfud Azhari, Venue Pacuan Kuda Aceh Tengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar