• Jelajahi

    Aplikasi (1) Artis (3) Covid 19 (1) Daerah (550) Hukum (81) Internasional (186) Kampus (57) Lifestyle (16) Nasional (275) Politik (67)
    Copyright © elitnesia.id
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Iklan

    Komunitas Seni KEBAS Pentaskan “Senja” Deraikan Airmata

    30 Oktober 2024, 10:11 WIB Last Updated 2024-10-30T03:11:59Z

     


    Elitnesia.id|Banda Aceh- Komunitas Seni Kebas telah selesai pentaskan “Senja” di Gedung tertutup Taman Seni dan Budaya Aceh. Tanggal 26 Oktober 2024. Salah satu program regular UPTD Taman Seni dan Budaya Aceh. Pertunjukan diawali dengan panggung masih gelap. Sayup terdengar kicau burung. Lalu terlihat cahaya dari kiri belakang panggung, dibalik plang bertuliskan Panti Jompo Senja. sebagai matahari terbit. Kelihatan setting yang artistic, di tata oleh Nasruddin sering di panggil Che’ Naz, Bersama Jack Monarch di bantu Denny Irfan dan Mahfud Ridha sebagai stage crew. Begitu terkesan rumah zaman bergaya EropaTerdengar tunning radio yang  perlahan hilang. Disambut suara musik dan suara merdu penyanyi. Sebagai Theme song pembuka. Menambah suasana pagi yang nyaman dan sejuk. Cahaya tumpah menerangi panggung. Terlihat seorang lelaki tua sedang duduk di kursi panjang meletakan radio di atas meja, tampak kursi tidak ada sandaran kiri dan kanan meja. Lalu memeriksa arloji bermerek terkesan mahal. Muncul seorang perempuan setengah baya, menyiram bunga yang menghiasi halaman Panti Jompo Senja. Bu Ratih (Cut Ratna) sebagai kepala asrama begitu sabar dan berkharisma melayani orang-orang tua yang berbagai macam tingkah lakunya.


    Seorang Opa Adam (Riza Sachfan) yang selalu sinis ketika diajak bicara. Opa Bowo (Faisal Amir) yang suka nyeleneh dan iseng. Oma Ayu (Dede Sachfan) yang terkesan manja, lembut, tidak suka bicara kasar. Ningsih (Rifqah Basyirah) anak Oma Ayu, Wanita karier yang juga sebagai seorang istri, harus patuh kepada suami. Dan Dharma (Sayed Iqbal Tawakal) anak Bowo, seorang pengusaha yang iseng dan nyeleneh sama seperti bapaknya.


    Kehadiran seorang Opa Bowo di Panti Jompo Senja adalah keinginan sendiri, sebagai teman sejak sekolah ingin menemani Opa Adam yang selalu merasa terasing dan kesepian ditinggalkan oleh anak-anaknya keluar negeri. Opa Bowo berusaha menghibur Opa Adam dengan segala tingkah lakunya. Dialog renyah dan bisnis acting keduanya, berhasil membangun suasana kocak pada adegan membuat para penonton tertawa kecil, seperti menertawakan diri sendiri. 


    Ternyata Ningsih harus ikut suami yang ditugaskan keluar daerah. Sang suami menyarankan untuk tidak membawa Oma Ayu dan menitipkan di Panti Jompo Senja. Oma Ayu begitu terpukul gamang hadapi kesendirian. Pada adegan ini dialog Opa Adam dan Oma Ayu, menyuguhkan konflik batin, berhasil mempermainkan emosi penonton, dari romantis, perdebatan yang tegang dan kemarahan. Mengakibat gejala penyakit jantung Opa Adam kambuh. Dan cahaya perlahan hilang dan panggung gelap.



    Transisi babak kedua, disuguhkan juga theme song yang begitu menyentuh, digarap oleh penata music, Mulya Syahputra pada Keybord/piano, bersama Yudi Amirul pada akustik gitar, dan sang Vokalis Icut Aprillia. Berhasil melayangkan imajinasi memberi kebetahan kepada para penonton, hingga enggan beranjak. 


    Babak kedua dimulai dengan muncul cahaya yang di tata oleh Teuku Ilham. Berwarna orange dari kanan belakang panggung. Menyusup dari sela-sela pohon dan bunga-bunga, menyapa wajah Opa Adam yang baru pulang dari rumah sakit, tidak betah di dalam rumah, duduk di tempat yang sama, halaman Panti Jompo Senja. Bu Ratih merapikan selimut dan syal di leher Adam, sambil mengabarkan bahwa Oma Ayu begitu merasa bersalah, cemas dan kuatir, ketika harus menginap di rumah sakit. Bu Ratih menyarankan kepada Oma Ayu untuk menghibur dan memberi semangat kepada Opa Adam. 


    Oma Ayu menyuapi bubur, Opa Adam begitu senang menerimanya, bahkan berselera mengunyah. Semakin lahap. Ternyata Oma Ayu diam-diam juga memendam rasa, semakin tumbuh kasih sayang di saat Opa Adam sakit. Rasa itu diungkapkan Oma Ayu dengan malu-malu. Lalu bersepakat melangsungkan pernikahan di Panti Jompo Senja. Membayangkan saat acara perhelatan nanti. Tiba-tiba Oma Ayu terhenti bercerita, melihat Opa Adam diam saja. Dan mendekatinya, memegang bahu Opa Adam  dan tongkatnya jatuh ke meja, menyentuh mangkuk dan gelas kaca, dentingnya menyusup ke hati. Begitu pilu dengan suara music yang cemas menegangkan. Tangis pecah, sayup-sayup terdengar lantunan theme song yang semakin memilukan. Perlahan cahaya redup, hanya tertinggal cahaya senja kanan belakang panggung.


    Kebahagiaan Adam cinta diterima. Kepedihan Ayu ditinggalkan sendiri. Maut adalah perpisahan. Masih ada harapan. Mereka menikah di akhirat.


    Kesan Penonton.

    “Pertunjukan teater “Senja” ini aku berharap anak-anaknya menjemput orang tuanya dari panti jompo. Bukankah itu pintu surga bagi mereka. Tapi apa yang terjadi, berakhir dengan tragis, Opa Adam mati dengan Bahagia. Setelah diterima cintanya. Lalu bagaimana dengan Oma Ayu? Konflik batin begitu terasa, dilematis bagi si anak. Tapi setelah pulang menyaksikan pertunjukan “senja” saya ingin cepat pulang, memeluk ibu dan bapak, bahwa saya sangat beruntung masih bisa merawat kedua orang tua saya”. Kesan Syaiful penonton setia teater.


    Kesan Aktor.

    “Alhamdulillah kali ini di pementasan Komunitas Seni Kebas yang kedua bertajuk “Senja” saya masih di percaya untuk bisa memerankan sosok yang sangat penting di naskah ini, sebagai peran utama yaitu adam, dimana sosok ini adalah sosok ayah yang telah ditinggal lama oleh anak-anaknya dikarenakan sibuk bekerja diluar negeri tanpa kabar dan kerinduan akan ayahnya. Disini kita belajar bahwa ketika kita tua, kita tidak sanggup kesepian dan selalu merindukan sosok-sosok terdekat kita. Saya sebagai pribadi yang memerankan tokoh Adam sangat ingin berperan lagi di pementasan Komunitas Seni Kebas selanjutnya, karena saya sangat tertantang untuk bisa memerankan tokoh lain di naskah yang lain pula. Saya termasuk orang yang menyesal karena terlambat mengenal dunia teater di usia saya saat ini. Dunia teater ini ternyata sangat luas, kompleks, dan beragam tantangan-tantangan selama proses garapan, wajar saja jika ada ungkapan bahwa Teater adalah Mother Of Art.” Ungkap Riza Sachfan, pemeran Adam.


    “Memang saya sering melihat para seniman teater Latihan di taman budaya. Saya tidak punya basic teater. Tapi entah kenapa, saya tidak bisa menolak ajakan sang sutradara. Saya tidak tanya kamu bisa atau tidak. Apakah kamu mau. Seperti tersugesti saya mengiyakan. Lalu saya diberi peran sebagai Bowo. Kawan dekat adam. Sebelum dikasih naskah, kami selalu Latihan dasar atau elementer. Alhamdulillah saya bisa melaksanakan tugas yang dibebankan kepada saya sebagai actor. Komentar penonton bagus katanya begitu. Ternyata berteater itu nikmat, banyak ilmu yang saya dapatkan, ya pelajaran hidup”. Ucap Faisal Amir, sering dipanggil Oleg malu-malu.   



    Ungkapan Sutradara.

    “ketika saya menerima dari penulis naskah Dede Nasmawati. Senang saja saya menerimanya. Selain dia punya keinginan yang kuat, dia seorang perempuan. Jarang sekali di Aceh punya penulis naskah lakon. Kami selalu berdiskusi tentang naskah. Tentu saja ada perbaikan di sana sini. Terutama tangga dramatisnya. Salut kepada actor dan aktris, juga kepada semua tim. Mereka sangat paham sebuah kerja kolektif, harus lebur dalam proses Latihan hingga pementasan. Agar tidak terlihat instan atau pragmatis. Lebih salut lagi kepada actor pemula yang tidak henti-hentinya menggali potensi yang ada pada dirinya. Begitu tekun tidak ada kata jenuh. Terimakasih kepada semua tim. Kalian orang-orang hebat. Lebih membanggakan lagi ketiga theme Song pada pentas kali ini adalah original song, yang juga ciptaan Dede Nasmawati. Berjudul "Kelam", "Beri Aku Waktu" dan "Senja".Ungkap Sutradara Zulfikar Kirbi haru dan bangga.  


    Perlu diapresiasi kepada Kepala UPTD Taman Seni dan Budaya, pada tahu 2024 ini sudah melakukan “bom” teater di Aceh. Dalam tahun ini sudah memberikan kesempatan kepada pelaku teater. Ada lima pementasan teater, sebuah peristiwa menggembirakan bagi insan teater Aceh. Semoga saja bisa mengembalikan semangat berkesenian terutama teater di era delapan puluhan dan Sembilan puluhan. Bravo Teater Aceh. (*/zl)

    Komentar

    Tampilkan

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Terkini