Elitnesia.id|Bireuen, 19 November 2024 – Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen mengumumkan penyelesaian perkara tindak pidana penadahan melalui mekanisme Restorative Justice (RJ). Kasus ini melibatkan tersangka berinisial ES, seorang pekerja di Masjid Islamic Center Lhokseumawe, yang dilaporkan melakukan penadahan sepeda motor. Penyelesaian perkara ini disetujui oleh Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) dan dilakukan secara virtual dengan melibatkan Direktur OHARDA serta Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh.
Kronologi Kasus
Perkara ini bermula pada 11 September 2024, ketika tersangka ES membeli sepeda motor seharga Rp2 juta dari saksi F. Saksi F mengklaim bahwa motor tersebut milik orang tuanya dan bahwa surat-surat kendaraan telah hilang. Tersangka yang membutuhkan sepeda motor murah untuk operasional becaknya memutuskan untuk membeli motor tersebut tanpa mengetahui bahwa kendaraan tersebut diduga hasil tindak pidana.
Akibatnya, perbuatan ES melanggar Pasal 480 KUHP tentang penadahan. Namun, berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Kejari Bireuen, disepakati bahwa perkara ini dapat diselesaikan melalui pendekatan restorative justice.
Penyelesaian Melalui Restorative Justice
Setelah melalui berbagai pertimbangan, penyelesaian perkara dengan mekanisme RJ disetujui oleh pihak Kejari dan JAM Pidum. Ini menandai keberhasilan Kejari Bireuen dalam menyelesaikan perkara secara damai, dengan melibatkan semua pihak terkait untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan.
Kepala Kejaksaan Negeri Bireuen, Munawal Hadi, S.H., M.H., menyampaikan bahwa sejak awal tahun 2024, Kejari Bireuen telah berhasil menyelesaikan 16 perkara dengan menggunakan pendekatan restorative justice. Kejari Bireuen terus mengedepankan prinsip keadilan yang lebih manusiawi dan efisien dalam penyelesaian perkara.
Keberhasilan Restorative Justice di Bireuen
Dengan pendekatan RJ, Kejari Bireuen tidak hanya memberikan kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki kesalahan mereka, tetapi juga memberi dampak positif bagi korban dan masyarakat. Langkah ini dianggap lebih sesuai dengan prinsip keadilan sosial, yang menekankan pada pemulihan hubungan antar pihak yang terlibat dalam perkara.
"Melalui restorative justice, kami berupaya menciptakan keadilan yang lebih komprehensif, bukan hanya sekadar hukuman. Ini adalah langkah untuk mewujudkan keadilan yang lebih manusiawi dan berbasis pada penyelesaian masalah secara damai," kata Kajari Munawal Hadi.
Dengan semakin berkembangnya penggunaan mekanisme RJ, Kejari Bireuen berharap dapat menjadi contoh dalam menciptakan sistem peradilan yang lebih baik dan memberikan manfaat lebih bagi masyarakat.
Sumber : Siaran pers Kejari Bireuen
Redaksi/editor : Ipul pedank laut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar