Elitnesia.id| Bireuen, – Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen berhasil menerapkan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) dalam menangani kasus penganiayaan yang melibatkan tersangka EA. Keputusan ini disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM PIDUM) setelah melalui ekspose kasus secara virtual bersama Direktur Oharda, Nanang Ibrahim Saleh, S.H., M.H., pada Kamis (23/1/2025).
Kasus ini bermula pada 6 April 2024 di Desa Bandar Bireuen, Kecamatan Kota Juang. Tersangka EA terlibat konflik dengan korban saat berusaha membayar sebagian utangnya. Konflik ini berujung pada tindakan kekerasan, di mana tersangka menjambak rambut korban, menarik jilbab, dan menendangnya hingga korban terjatuh. Berdasarkan Pasal 351 Ayat 1 KUHP, tersangka menghadapi ancaman hukuman hingga 2 tahun 8 bulan penjara.
Dasar Penghentian Penuntutan
Kepala Kejari Bireuen, Munawal Hadi, S.H., M.H., menjelaskan bahwa penghentian penuntutan dilakukan setelah memenuhi syarat-syarat restorative justice. Di antaranya adalah tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara, serta adanya perdamaian antara korban dan tersangka. Perdamaian ini berlangsung tanpa paksaan dan mendapat dukungan positif dari masyarakat.
“Pendekatan ini bukan hanya untuk melindungi hak-hak korban, tetapi juga menjaga keharmonisan di masyarakat. Selain itu, restorative justice menghindarkan tersangka dari stigma negatif serta mencegah potensi pembalasan,” ujar Munawal Hadi.
Mekanisme Restorative Justice
Restorative justice memungkinkan penghentian penuntutan apabila dampak dari tindak pidana telah dipulihkan sepenuhnya. Dalam kasus ini, korban dan tersangka sepakat untuk berdamai, dan kerugian yang ditimbulkan telah diperbaiki. Pendekatan ini juga mempertimbangkan pentingnya ketertiban umum dan tanggapan positif masyarakat terhadap penyelesaian perkara.
Kasi Pidum Kejari Bireuen, Firman Junaidi, S.E., S.H., M.H., menambahkan bahwa ini adalah kasus perdana di tahun 2025 yang dihentikan melalui mekanisme restorative justice di Bireuen. Kejaksaan berharap pendekatan ini dapat menjadi model penyelesaian perkara hukum lainnya, terutama untuk kasus-kasus ringan yang melibatkan kepentingan masyarakat luas.
Restorative justice dinilai mampu menciptakan keseimbangan antara penegakan hukum dan keadilan sosial, sekaligus memberikan solusi yang lebih manusiawi dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.
Sumber : Siaran pers Kejari Bireuen
Redaksi/editor : Ipul pedank laut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar