Elitnesia.id|Opini,- Aceh dikenal sebagai daerah istimewa yang menjalankan syariat Islam, termasuk dalam pengelolaan zakat. Tapi, masih banyak masyarakat yang ragu menyalurkan zakat melalui lembaga resmi seperti Baitul Mal.
Mereka khawatir dananya tidak sampai ke yang berhak atau digunakan tidak tepat. Padahal, jika zakat dikelola dengan baik, potensinya sangat besar untuk mengentaskan kemiskinan di Kabupaten Bireuen.
Masalah utamanya adalah kurangnya transparansi. Masyarakat ingin tahu ke mana uang mereka disalurkan, tapi laporan seringkali sulit diakses atau tidak detail. Selain itu, ada kesan birokrasi yang rumit, membuat orang lebih memilih berzakat langsung ke tetangga atau masjid. Meski niatnya baik, cara seperti ini membuat zakat tidak terdata dan manfaatnya tidak maksimal. Seharusnya kita malu disebut diserambi mekkah bila tidak ada kepercayaan dari ummat.
Solusinya?
Pertama : Baitul mal harus terbuka dengan laporan keuangan real-time yang bisa diakses online. Misalnya, dengan membuat website atau aplikasi yang menampilkan data penerima zakat, nominal, dan lokasi penyaluran.
Kedua : libatkan tokoh masyarakat dan ulama dalam pengawasan, agar publik yakin zakat dikelola dengan amanah.
Ketiga : permudah pembayaran zakat melalui QRIS atau dompet digital, sekaligus edukasi bahwa zakat terlembaga lebih berdampak besar.
Jika kepercayaan umat sudah terbangun, zakat bisa menjadi kekuatan ekonomi Bireuen. Dana yang terkumpul bisa digunakan untuk program berkelanjutan, seperti beasiswa anak yatim, modal usaha kecil, atau bantuan kesehatan.
Dengan gagasan, ide, transparansi dan pelayanan yang baik, masyarakat tidak akan ragu lagi berzakat melalui jalur resmi. Ini bukan hanya kewajiban individu, tapi juga langkah bersama membangun Aceh khususnya Bireuen yang lebih sejahtera. "menyoe jeut tapeulaku, Boh Labu jeut keu asoe kaya. Menyoe hana ta tuoh pelaku, aneuk teungku jeut keu beulaga" begitulah pepatah orang Aceh.
Penulis : Rizki Dasilva
Tidak ada komentar:
Posting Komentar