Elitnesia.id | Opini,- Di tengah derap pembangunan Indonesia yang masih bergulat dengan ketimpangan sosial, ada sebuah konsep yang mampu menyedot perhatian: "wakaf produktif".
Bayangkan, aset-aset wakaf yang selama ini "tidur" tiba-tiba bangkit, menjadi mesin penghasil dana abadi untuk pendidikan, kesehatan, dan pengentasan kemiskinan. Inilah revolusi filantropi Islam yang tidak hanya menjaga tradisi, tetapi juga menjawab tantangan zaman.
Selama ini, wakaf identik dengan masjid, madrasah, atau pemakaman aset yang mulia, tetapi statis. Namun, di era dihingga oleh krisis ekonomi dan kebutuhan sosial yang mendesak, pola pikir ini harus diubah. Wakaf produktif mengajak kita berpikir lebih progresif, bagaimana jika dana wakaf dialihkan untuk membangun perkebunan yang hasilnya membiayai beasiswa, atau gedung komersial yang sewanya menjadi dana darurat kesehatan bagi dhuafa?
Ada salah satu Pesantren Modern di Jawa Timur misalnya mengelola perkebunan kurma dan hasilnya digunakan untuk operasional pendidikan gratis. Atau ada juga wakaf apartemen di Istanbul, Turki yang pendapatannya menyokong riset kedokteran bertaraf global. Jangan jauh-jauh wakaf habib bugak dimekkah. Hingga saat hingga saat sangat membantu jamaah haji asal aceh dan dan masih berjalan dan sangat bermanfaat.
Potensi Ekonomi yang masih terpendam
Badan Wakaf Indonesia (BWI) mencatat, total aset wakaf di Indonesia mencapai 3,4 miliar meter persegi tanah. Bayangkan jika 10% saja dikelola secara produktif! Dengan proyeksi pengembalian investasi 5-10% per tahun, dana yang dihasilkan bisa mencapai triliunan rupiah. cukup untuk membangun ratusan sekolah inklusi atau ribuan klinik desa. Singapura dan Arab Saudi telah membuktikan hal ini. Yayasan wakaf di Singapura, misalnya, mengelola aset senilai miliaran dolar yang mendanai program pelatihan kerja bagi kaum marginal.
Tantangan tentu tidak mudah, tapi kita harus optimis. Karena kemajuan menyaratkan perubahan Mindset pola pikir "Apakah wakaf untuk bisnis tidak melanggar syariat?" Padahal, dalam fiqih klasik, Imam Al-Syafi’i sendiri membolehkan wakaf uang (cash waqf) selama dikelola secara transparan.
Meski regulasi yang belum matang. UU No. 41/2004 tentang Wakaf sudah ada, implementasinya kerap terhambat birokrasi dan kurangnya SDM profesional. Di sinilah peran pemerintah dan ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama atau Muhammadiyah untuk membentuk lembaga wakaf berstandar internasional, dilengkapi audit terbuka dan laporan real time kepada donatur.
Sebenarnya Banyak Kisah Sukses yang Menginspirasi salah satunya, di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, sebidang tanah wakaf seluas 5 hektar yang awalnya terlantar, kini berubah menjadi kawasan agrowisata buah naga. Hasilnya tidak hanya membiayai perbaikan masjid dan santunan anak yatim, tetapi juga menyerap puluhan tenaga kerja lokal.
Di level global, Universitas Al-Azhar Kairo kiblatnya pendidikan Islam dunia hidup dari hasil investasi wakaf produktif yang telah berjalan selama ribuan tahun. Ini membuktikan bahwa wakaf produktif bukan sekadar wacana, melainkan solusi nyata yang lintas zaman.
Tidak kita nafikan bahwa kuncinya adanya juga gerakan Kolaborasi untuk Masa Depan Wakaf Produktif. Menurut saya diperlukan kolaborasi tiga poros. masyarakat, pemerintah, dan sektor privat. Masyarakat harus didorong berwakaf tidak hanya dengan tanah, tetapi juga saham, uang, atau properti.
Pemerintah juga perlu memberikan insentif pajak dan mempermudah perizinan. Sementara swasta bisa masuk sebagai mitra pengelola dengan skema bagi hasil yang adil. Teknologi juga menjadi kunci dengab platform digital seperti Kitabisa. com atau Laznas BSI sudah mulai menggalang wakaf tunai online langkah kecil yang bisa dibesarkan menjadi gerakan massal. Dan mereka lebih sukses daripada lembaga resmi milik pemerintah.
Dalam hadis riwayat Bukhari, Nabi Muhammad SAW bersabda, "Jika manusia mati, terputus amalnya kecuali tiga hal: sedekah jariyah...". Wakaf produktif adalah bentuk nyata sedekah jariyah di abad modern. Ia bukan hanya mengubah harta menjadi pahala yang mengalir, tetapi juga mengubah nasib umat melalui kekuatan ekonomi berkeadilan.
Jika kita serius, wakaf produktif bisa menjadi "dana abadi" yang memutus rantai kemiskinan warisan berharga untuk generasi mendatang. Saatnya beramal dengan cerdas demi dunia yang lebih baik, dan akhirat yang lebih kekal.
Penulis : Rizki Dasilva
Tidak ada komentar:
Posting Komentar